PERKEMBANGAN
MORAL, DAN KEAGAMAAN ANAK – I
1.
Pengertian Nilai,Moral,dan Sikap
Menurut Spranger, nilai
diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk
menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam
persepektif Spranger , kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan
nilai-nilai dan kesejarahan . Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai
dimensi nilai dalam kepribadian manusia, tetapi Spranger tetap mengakui
kekuatan individu yang dikenal dengan istilah “ roh subjektif “ (subjective
spirit). Sementara itu,kekuatan nilai-nilai budaya merupakan “roh objektif”
(objective spirit ) Dalam kacamata Spranger, kekuatan individual atau roh
subjektif didudukan dalam posisi primer karena nilai-nilai budaya hanya akan
berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati oleh individu. Spranger
menggolongkan nilai ke dalam enam jenis, yaitu:
1. Nilai
Teori/Nilai Keilmuan
2. Nilai
Ekonomi
3. Nilai
Sosial/Nilai Solidaritas
4. Nilai
Agama (A) dasar pertimbangan benar menurut ajaran agama,kontras dengan nilai
(I)
5. Nilai
Seni (S) dasar pertimbangan rasa keindahan/rasa seni terlepas dari pertimbangan
material ,kontras dengan nilai (E)
6. Nilai
Politik/Nilai Kuasa (K) dasar pertimbangan kepentingan diri/kelompok,kontgras
dengan nilai
Sementara itu, istilah
Moral berasal dari kata latin “Mos Moris dan Mores”,yang berarti adat
istiadat,kebiasaan ,peraturan/nilai-nilai atau tatacara dalam kehidupan. Moral
pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang
harus dipatuhi/kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam
hubungannya dengan kelompok social dan masyarakat. Sedangkan moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan
prinsip-prinsip moral /aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam
kaitannya dengan kehidupan social secara harmonis, adil dan seimbang.
Moral juga diartikan
sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya.Dalam moral diatur segala perbuatan yang nilai baik dan perlu
dilakukan,dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari.
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik
dan perbuatan yang salah.Dengan demikian moral merupakan kendali dalam
bertingkah laku. istilah moral atau moralitas menurut Mc
Devitt & Ormrod mengacu pada suatu
kumpulan aturan dasar yang berlaku secara umum mengenai benar atau
salah.
Nilai-nilai moral itu
seperti seruan untuk baik kepada orang lain,memelihara ketertiban dan keamanan,
memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, larangan, berjudi, mencuri,
berzina, membunuh dan meminum khamar. Seseorang dapat dikatakan
bermoral,apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral
yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.
Sejalan dengan
perkembangan moral keagamaan mulai disadari bahwa terdapat aturan-aturan
perilaku yang boleh,.harus atau terlarang untuk melakukannya. Aturan-aturan
perilaku yang boleh atau tidak boleh disebut moral.
Proses penyadaran moral
tersebut berangsur tumbuh melalui interaksi dari lingkungannya dimana ia
mungkin mendapat larangan, suruhan, pembenaran, persetujuan, kecaman atau
celaan, atau merasakan akibat-akibat tertentu yang mungkin menyenangkan atau
memuaskan mungkin pula mengecewakan dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan.
Terkait dengan masalah
moral, ada beberapa teori yang menyoroti tentang perkembangan
moral anak: Pertama,
perkembangan moral menurut Teori Psikoanalisa Sigmund Freud. Freud menyoroti
perkembangan moral dengan mengandalkan perkembangan kepribadian yang terjadi
pada anak. Freud secara khusus menekankan pada bagaimana anak merasakan dan
membedakan tentang benar dan salah. Kedua,
perkembangan moral menurut Teori Piaget. Fokus perhatian Piaget adalah
kaitan antara perkembangan moral yang terjadi pada seseorang dengann
perkembangan kognitif orang tersebut. Ketiga,
Perkembangan Moral Menurut Teori Kohlberg. Teori perkembangan moral
Kohlberg sangat dipengaruhi oleh teori perkembangan kognitif dari Piaget. Yang
menjadi fokus perhatian Kohlberg yaitu perkembangan penalaran (moral
reasioning). Keempat, perkembangan
moral menurut Pandangan yang Berorientasi Perilaku (Pandangan Behavioristik).
Para tokoh behavioristik menekankan pada peran orangtua sebagai pelatih
perilaku moral pada anak-anaknya. Menurut pandangan behavioristik semua
perilaku termasuk moral adalah produk dari penilaian reinforcement, hukuman dan
model dari orangtua.
Menurut Fishbein
(1985). Sikap ialah predisposisi (kecenderungan) emosional yang dipelajari untuk
merespons secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel
latent yang mendasari,mendireksi,dan mempengaruhi perilaku.Sikap diekspresikan
ke dalam katakata/ tindakan hasil reaksi terhadap objek,baik orang. Peristiwa,
situasi dan lain sebagainya. Sedangkan sesuai dengan konsep Chaplin ( 1981 )
dalam “Dictionary of Psychology” menyamakan sikap yaitu dengan pendiriaan.
Menurutnya Sikap yaitu predisposisi/kecenderungan yang relative stabil dan
berlangsung terus-menerus untuk bertingkah laku/bereaksi dengan suatu cara
tertentu terhadap orang, lembaga/peristiwa, baik secara positif maupun
negatif/predisposisi untuk melakukan klarifikasi dan kategorisasi .
Stephen R Cover ( 1989
) mengemukakan tiga teori determinisme (faktor yang menentukan) yang diterima
secara luas, baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap
manusia, yaitu:
a.
Determinisme Genetis (genetic
determinism) sikap individu ditirunkan oleh kakek - neneknya
b.
Determinisme Psikis (psychic
determinism) sikap individu merupakan hasil dari perlakukan,pola
asuh/pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya.
c.
Determinisme lingkungan (environmentall
determinism ) perkembangan sikap seseorang itu sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dimana individu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlalukan
individu tersebut (Mohammad Asrori,2008:159-161 )
2.
Pengertian Agama,Pendidikan Agama
dan Pendidikan Keagamaan
Agama dari sisi
etimologi berasal dari bahasa Yunani “a” yang berarti tidak dan
‘gama” yang bermakna kacau balau,carut marut,tak teratur. Sehingga agama
ialah suatu tatanan yang berfungsi memberikan keteraturan. Sementara
dari sisi terminologi, menurut Hendropuspito (1983) dalam bukunya
Sosiologi Agama,menerangkan bahwa Agama ialah suatu jenis sistem
sosial yang dibuat oleh penganut –penganutnya yang berporos pada
kekuatan-kekuatan non
empiris yang dipercayainya dan
didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat
luas umumnya. Sehingga unsur-unsur agama memuat:
a. Agama
disebut jenis sistem sosial. Menjelaskan bahwa agama adalah fenomena
sosial,suatu peristiwa kemasyarakatan,suatu sistem social dapat dianalisis,
karena terdiri atas suatu kompleks kaidah dan peraturan yang dibuat saling
berkaitan dan terarahkan kepada tujuan tertentu.
b. Agama
berporos pada kekuatankekuatan non empiris, hal ini menyatakan bahwa agama itu
khas berurusan dengan kekuatankekuatan dari “dunia luar” yang di “huni” oleh
kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan manusia dan yang dipercayai
sebagai arwah,roh-roh dan roh tertinggi
c. Manusia
mendayagunakan kekuatan – kekuatan di atas untuk kepentingannya sendiri dan
masyarakat sekitarnya. Yang dimaksud kepentingan (keselamatan) ialah
keselamatan di dalam dunia sekarang ini dan keselamatan di “dunia lain” yang
dimasuki manusia setelah kematian.
Thomas F.O Dea
mendefinisikan agama sebagai pendayagunaan saranasarana supra empiris untuk
maksudmaksud non empiris atau supra empiris.Sementara itu,J Milton Yinger
melihat agama sebagai system kepercayaan dan praktek dengan mana suatu masyarakat
atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini. Sedangkan
Dunlop melihat agama sebagai sarana terakhir yang sanggup menolong manusia
bilamana instansi lainnya gagal tak berdaya. Sedangkan aspek agama adalah
menurut Joachim Wach ada tiga,yakni: pertama unsur teoritisnya,bahwa
agama adalah suatu sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Kedua
aspek sosiologisnya bahwa agama mempunyai sistem perhubungan dan interaksi
sosial. (Hendropuspito,1983:34-35).
Sementara itu
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan definisinya sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
Islam dan Keagamaan ,Bab I Ketetntuan Umum Pasal 1 Ayat 1 Pendidikan Agama
adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap kepribadian
dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya. Sedangkan
Ayat 2 “Pendidikan Keagamaan ialah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang
ajaran agama dan menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya”.
3.
Hubungan antara Nilai, Moral,Sikap
dan Keagamaan
Nilai merupakam tatanan
tertentu atau kriteria di dalam diri individu yang dijadikan dasar untuk
mengevaluasi suatu sistem tertentu. Pertimbangan nilai adalah penilaian
individu terhadap suatu objek/sekumpulan objek yang lebih mendasarkan pada
sistem nilai tertentu daripada hanya sekedar karakteristik objek tersebut.
Moral merupakan tatanan perilaku yang memuat nilai-nilai tertentu untuk
dilakukan individu dalam hubungannya dengan individu dengan
lain/kelompok/masyarakat. Moraritas merupakan pencerminan dari nilai-nilai dan
idealitas seseorang. Dalam moraritas terkandung aspek-aspek kognisi,efektif,dan
perilaku, sedangkan sikap merupakan predisposisi tingkah laku/kecenderungan
bertingkah laku yang sebenarnya,juga merupakn ekspresi/manifestasi dari
pandangan individu terhadap suatu objek/sekumpulan objek. Sikap merupakan
sistem yang bersifat menetap dari komponen kognisi,afeksi, dan konasi.
Perubahan pengetahuan individutentang objek/sekumpulan objek (sistem/konsep
nilai,moral,sikap dan agama) akan menimbulkan perubahan perasaan individu yang
bersangkutan mengenai objek/sekumpulan objek tersebut dan selanjutnya akan
mempengaruhi kecenderungannya untuk bertindak terhadap objek/sekumpulan objek
tersebut. Keagamaan ialah segala sesuatu yang berkaitan dengan agama baik
nilai, moral, sikap maupun perilaku individu yang dilandasi nilai,morar,dan
sikap dalam ajaran agama.
Dengan demikian, dapat
ditarik kesimpulan bahwa nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk
melakukan sesuatu,moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau
dihindari,sedangkan sikap merupakan predisposisi/kecenderungan individu untuk
merespon terhadap suatu objek/sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sistem
nilai dan moral yang ada dalam dirinya, Sistem nilai mengarahkan pada
pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap
individu sehubungan dengan objek dan nilai dan moral tersebut. Dengan sistem
nilai yang dimiliki,individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan
dan mana yang harus dihindari. Ini akan nampak dalam sikap dan perilaku nyata
sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya. Sedangkan
Keagamaan merupakan fundamental dan spirit bagi lahirnya sistem dan konsep
nilai,moral dan sikap yang dimiliki individu yang termanifes dalam perilaku
individu terkait,dalam kehidupan sehariharinya. (Mohammad Asrori, 2008:162 )
Aspek yang berkaitan
dengan nilai moral dan keagamaan adalah berupa perilaku yang menyandarkan pada
nilai moral dan nilai agama. Contoh: berdoa sebelum makan/tidur, beribadah,
berbuat baik pada orang lain, menyayangi dan menghormati orangtua, minta ijin bila
akan pergi bermain, dan sebagainya. Nilai moral berkaitan dengan baik buruknya
sikap dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan orang lain. Sementara nilai
agama adalah aturan, patokan, standar baku yang berkaitan dengan baik buruknya
sikap manusia dalam hubungannya antar sesama manusia maupun sang Pencipta
(Tuhan).
Dengan demikian,
perilaku moral keagamaan seseorang diperoleh melalui proses
yang sangat panjang. Berhasil tidaknya
proses pembentukan perilaku moral dan perilaku
tentang keagamaan pada anak sangat
tergantung pada efektif tidaknya upaya penanaman nilai moral dan keagamaan yang
dilakukan. Waktu emas untuk menanamkan nilai moral dan nilai keagamaan pada
masa anak-anak, dan hal itu merupakan pondasi bagi perkembangan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Suhada,
Idad. 2009. Perkembangan Peserta Didik. Bandung
: Solo
Asrori,
Muhammad, 2008. Psikologi Pembelajaran.
Bandung: CV. Wacana Prima.
Hendropuspito.
1983. Sosiologi Agama.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang: Pendidkan Agama dan
Pendidikan Keagamaan.
Mardiya.
Artikel Memahami perkembangan nilai
moral Keagamaan pada anak. Kulonprogo
Yuningsih. 2014. Menguatkan
kembali pendidikan keagamaan dan moral anak didik. Bandung : UIN Sunan
Gunung Djati Bandung
0 comments:
Post a Comment