“…Are
you a moslem?”
“Are…You…A
Moslem?
“…Are
you a moslem?!...”
“Yes…Yes,
I’m a moslem”
Gelap, Dunia Pekat. Dunia
mulai menyibak selambu malam hingga hawa dingin perlahan merasuk dalam tulang.
Ketika itu hingar bingar dijalanan suara pemuda yang bersorak sorai berpesta
pora. Angin berhembus kencang, bagaikan mata pisau yang mengiris kulit dan
membuat badan menggigil seperti mati rasa. Namun orang itu tetap gembira
menikmati suasana.
Kemana hati
mereka?...hati yang seharusnya mengingat sang maha pencipta. Usia muda yang
seharusnya berpikir untuk mempersiapkan masa depan. Masa dimana mereka akan
mempertanggung segala perbuatan mereka. Tapi, pemuda yang saat ini sudah mulai
angkat dagu karena merasa bangga bisa taklukkan hati wanita. Namun bagaimana jika
dibandingkan Muhammad Al Fatih yang sudah mampu taklukkan konstatinopel.
Saat para pemuda
habiskan waktunya untuk bersenang-senang, menonton film, nngkrong berjam-jam,
Muhammad Al Fatih memilih untuk tingkatkan kemampuan fisik dan mengisi otaknya.
Ia kuasai teknik bela diri, memanah, berkuda, berenang, strategi berperang,
Ilmu fiqh, hadits, astronomi, dan matematika. Ia juga menguasai banyak bahasa;
Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani.
Waktu malam memang
nampak indah. Namun, malam itu kian dingin dan menggigilkan tubuh, karena udara
lembab dan rintik-rintik hujan, yang membuat malam menjadi semakin mencekam
dalam kesunyian.
“Ilahi,
Anta maqqsudi.
wa ridhaka mathlubi.
Atini mahabbataka
Wa ma’rifatak”
Tuhanku,
Engkaulah
tujuanku.
RidhaMu
yang aku cari.
Limpahkanlah
cintaMu
Dan
ma’rifatMu.
Dan
cahaya bintang berkelap kelip dilangit negeri seribu pulau, cahaya rembulan
membasahi kubah mesjid. Semburatkan pemandangan yang syahdu.
“segal
puji bagi Allah”
“Maha
besar Allah yang member petunjuk kepada siapa yang diberi petunjuk, dan
menyesatkan pada siapa yang disesatkan-Nya”
Tak
ada permata yang lebih indah melebihi hidayah yang Maha Kuasa.
Memandang
langit, menatap bulan dan kelap kelip bintang. Suara orang yang melantunkan
ayat-ayat Al Quran terdengar, menyayat, menyentuh, tanpa terasa air mata
membasahi pipi.
Ketika
kita, para pemuda lupa dan meninggalkan Tuahan, “nanti saja kalau sudah tua”
fikirnya.
Saat
para pemuda habiskan air matanya untuk kekasih hati yang tidak jelas, bagaimana
dengan Muhammad Al Fatih yang memilih habiskan air matanya untuk memohon
ampunan dan panjatkan harapan serta doa. Sejak baligh, tak pernah satu malam
pun ia lewatkan shalat tahajud. Ialah pedang malam yang selalu diasah dengan
tulus ikhlas.
Tidakkah
kita, mereka, dan semua orang berpikir untuk apa umur kita habiskan, untuk apa
masa muda kita pergunakan. Jika setiap detik, menit, jam, bahkan hari kita
pergunakan hanya untuk bersenang senang dan melupakan segalanya. Seakan dunia
ini ialah surga yang tak bisa dilewatkan.
“Kaki anak Adam tidaklah bergeser pada
hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal; tentang
umurnya untuk apa dia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa dia pergunakan,
tentang hartanya darimana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang apa
yang telah dia lakukan dengan ilmunya” (H.R. Tirmidzi)
0 comments:
Post a Comment