FILSAFAT MENURUTAL-FARABI
Makalah
Dalam
rangka melengkapi tugas mata kuliah Filsafat dan Sejarah Kimia
Dosen
Ferli Septi Irwansyah,
M.Si
Saepudin Rahmatullah, M. Si
Oleh
Hadi
Maulana Hamzah
(1152080033)
PRODI
PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
TAHUN 2016
Kata pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Filsafat menurut al-Farabi”
Makalah ini berisi tentang informasi bagaimana kita mengetahui ilmu
tentang filsafat, khususnya membahas Tentang Pengetahuan biografi al-farabi dan
dasar-dasar pemikiran filsafat menurut Al-Farabi, sampai kepada metafisika
dalam pemikiran al-farabi, filsafat Negara. Diharapkan makalah ini bisa
menambah wawasan/informasi kepada kita semua tentang filsafat merurut al-farabi
supaya pengetahuan tentang filsafat kita menambah luas dan dapat memahami
filsafat menurut al-farabi.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari seluruh pihak yang membangun selalu kami harapkan agar demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan kepada
semua pihak serta dalam menyusun makalah ini dari awal sampai akhir, semoga
Allah SWT meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Bandung,
2 Februari, 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam masa
reformasi dan era perkembangan pendidikan pada saat ini adalah merupakan suatu
yang harus direnungkan, kita pikirkan dan kita manfaatkan sebaik mungkin,
sehingga sebagian kekurangan-kekurangan yang ada terutama pada generasi penerus
sebagai tonggak estafet perjuangan, yang sedikit banyak harus tahu tentang
karya-karya dan pemikiran orang terdahulu seberapa jauh kemenangan dan kemajuan
pemegang estafet sebelumnya. Sehingga dapat mempertimbangkan apa yang akan
dilaksanakan di masa yang akan datang.
Kita tahu,
sudah banyak gagasan-gagasan serta penemuan baru yang dahulu telah dirintis
oleh pemikir-pemikir muslim tetapi kini sudah tidak dilanjutkan lagi bahkan
tidak dikenal dan sebaliknya tidak sedikit yang kita jumpaidi lapangan generasi
masa kini yang membanggakan dengan mengabaikan tugas generasi penerus
seakan-akan dengan menyebut kebesaran masa lalu, islam dapat maju dengan
sendirinya.
Filsafat
Yunani. Filsafat Yunani mempunyai pengaruh yang jauh jangkauannya dalam
pemikiran Muslim, karena Yunani telah menghasilkan kontribusi terpenting bagi
filsafat dalam zaman kuno, dan kaum muslim mencurahkan lebih banyak waktu dan
energi untuk menerjemahkan dan mempelajari para penulis Yunani. Tetapi umat
Muslim tidak memulainya dengan para Platonis atau Aristotelian. Filsafat Yunani
sampai kepada umat Muslim bukan sebagai sebuah kekuatan hidup. Ia telah
menemukan jalur-jalur baru ke dunia berbahasa Arab. Pada tahap-tahap awal
studinya, umat Muslim mengembangkan filsafat tersebut dalam bentuk seperti
tatkala mereka menerimanya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Biografi Al-Farabi?
2. Apa Dasar Pemikiran Filsafat Menurut al-Farabi?
3. Apa metafisika dalam
pemikiran al-farabi?
4. Apa hubungan Al-Farabi dan filsafat?
5. Apa dasar Al-farabi dan filsafat negara?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui biografi Al-Farabi.
2. Untuk mengetahui dasar pemikiran filsafat
menurut Al-Farabi.
3. Untuk mengetahui metafisika dalam pemikiran
Al-Farabi.
4. Untuk mengetahui hubungan Al-Farabi dan
Filsafat.
5. Untuk mengetahui dasar Al-Farabi dan
filsafat Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Al-Farabi
Abu Nashr Muhamad ibn Muhamad ibn
Tarkhan ibn Al-Uzalagh, terkenal dengan nama al-Mu’allim al-Sani (guru kedua)
setelah Aristoteles sebagai al-Mu’allim al_awwal (guru pertama). Di barat
dikenal dengan nama Alpharbius. Al-Farabi
lahir di Wasij di Distrik Farab (yang juga dikenal dengan nama Utrar) di
Transoxiania, sekitar 870 M, dan wafat di Damaskus pada 950 M. Selain sorang
filosof ia juga dikenal sebagai ahli dalam bidang logika, matematika dan
pengobatan.
Latar belakang keluarga Al-Farabi adalah
ayahnya seorang opsir tentara keturunan Persia yang mengabdi kepada
pangeran-pangeran Dinasti Samaniyyah. Barangkali saja bahwa masuknya keluarga
ini ke dalam islam, terjadi pada masa hidup kakeknya Tarkhan. Peristiwa ini
kira-kira bersamaan dengan peristiwa penaklukan dan islamisasi atas Farab oleh
Dinasli Samaniyyah pada 839-840.(Mahdi, Muhsin, “Al-Farabi”, Dictionary of
Scientific Biography, ed. C. C. Ollispie, New York: 1971, h. 532.) barangkali
Al-Farabi berbicara bahasa Soghdian, sebuah dialek Persia lama, atau juga
dialek Turki di rumah, dan bahwa keluarganya menjunjung tinggi adat-istiadat
Turki.
Al-Farabi belajar ilmu-ilmu Islam dan
musik di Bukhara. Sebelum diciptakannya sistem madrasah di bawah Seljuq,
pengajaran di lakukan di rumah-rumah atau di masjid. Di berbagai istana
memiliki perpustakaan yang di dalamnya terdapat ilmu-ilmu Islam seprti tafsir,
hadits, dan fiqh, serta ushul (prinsip-prinsip
dan sumber agama), dan studi tambahannya seperti bahasa Arab dan kesusastraan.
Setelah mendapatkan pendidikan awal,
Al-Farabi kemudian pergi ke Marw. Di Marw inilah Al-Farabi belajar logika
kepada orang Kristen Nestorian yang berbahasa Suryani, yaitu Yuhanna ibn
Hailan.
Pada masa kekhalifahan Al-Mu’tadid
(892-902 M), baik Yuhanna ibn Hailan maupun Al-Farabi pergi ke Baghdad. Setelah
itu Al-Farabi lebih unggul dalam perkara logika. Al-Farabi selanjutnya
memberikan banyak sumbangsihnya dalam penempaan sebuah bahasa filsafat baru
dalam bahasa Arab, meskipun menyadari perbedaan antara tata bahasa Yunani dan
Arab.
Pada kekhalifahan Al-Muktafi (902-908
M), atau pada awal-awal tahun kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932 M), Al-Farabi
dan ibn Hailan meninggalkan Baghdad, semula menurut ibn Khallikan menuju
Harran.
Dari Baghdad Al-Farabi pergi ke
Konstantinopel. Di Konstantinopel ini, menurut suatu sumber, dia tinggal selama
delapan tahun, mempelajari seluruh silabus filsafat.
Karya-karya Al-Farabi meliputi:
·
Komentar dari Organon
Aristoteles
·
Filsafat Alam
·
Komentar atas karya
Phytagorasdan Ptolemeus
·
Al-Musiqa
Al-Kabir
·
Fuhus
Al-Hikam
·
Al-Tanbih
‘ala Sabil al-Sa’adat
·
Ihsha
al-Ulum
·
Al-Jam’
Bayn Ra’y al-Hakimayn
·
Fushuh
al-Hikam, da lainnya.
B. Dasar
pemikiran filsafat menurut Al-Farabi
Filsafat menurut Al-Farabi memiliki
corak dan tujuan yang berbeda dari tokoh lainnya. Ia mengambil ajaran-ajaran
pada filosof terdahulu, membangun kembali dalam bentuk yang susuai dengan
lingkup kebudayaan, dan menyusunnya sedemikian sistematis dan selaras.
Al-Farabi adlahhseorang yang logis baik dalam pemikiran, pernyataan,
argumentasi, diskusi, keterangan dan penalarannya. Fillsafatnya mungkin
bertumpu pada beberapa pemikiran yang keliru dan mungkin juga berisi bbeberapa
hipotesis yang telah ditolak oleh ilmu pengetahuan modern, tetapi ia mempunyai
peranan penting dan pengaruh yang besar dalam bidang pemikiran masa-masa
sesudahnya.
1. Logika. Al-Farabi
menyatakan bahwa seni logika umumnya memberikan aturan-aturan, yang apabila
diikuti akan memberikan aturan-aturan yang bila dikuti dapat
memberikanpemikiran yang besardan mengarahkan kesalahan-kesalahan. Menurutnya
logika mempunyai kedudukan yang mudah dimengerti. Logika juga membantu
membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Masalah pokok logika adalah topik-topik
yang membahas aturan-aturan pemahaman
yang dikelompokkan menjadi delapan, yaitu: 1) pengelompokkan, 2)
Penafsiran, 3) Pengupasan pertama, 4) Pengupasan Kedua, 5) Topik, 6)Sofistik,
7) Retorik, dan 8) Puisi.
Al-Farabi mengikuti langkah-langkah Aristoteles,
meskipun ia memasukkan retorika puisi ke dalam cabang logika. Sumbangan
2.
Kesatuan
Filsafat. Al-Farabi berpendapat bahwa pada
hakikatnya filsafat merupakan satu kesatuan. Karena itu, para filosof besar
harus menyetujui bahwa satu-satunya tujuan adalah mencari kebenaran. Plato dan
Aristoteles yang menjadi cikal-bakal filsafat dan pencipta unsur-unsur dan
prinsip-prinsipnya dan penanggung jawab terakhir kesimpulan-kesimpulan dan
cabang-cabangnya, sangat setuju meski ada beberapa perbedaan formal hanya ada
satu aliran filsafat, yaitu aliran kebenaran. Dalam ajaran Al-Farabi tidak ada
yang baru, ajarannya telah lebih dulu dianut oleh para filosof dari aliran
Yunani. Dalam bukunya Al-Farabi banyak mempersoalkan gagasan-gagasan para
pengikut Aristoteles.
3.
Teori
sepuluh kecerdasan. Teori ini menerangkan dua dunia,
yaitu langit dan bumi. Ia merupakan dasar ilmu fisika dan astronomi. Bidang
utama garapannya adalah pemecahan masalah Yang
Esa dan yang banyak dan
perbandingan antara yang berubah dan yangtetap. Al-Farabi berpendapat bahwa
Yang Esalah yang memancar yang lain, berkat kebaikan dan pengetahuan
sendiri-Nya. Ini merupakan kecerdasan pertama. Pengetahuan disini sama dengan
penciptaan. Orang Yunani kuno berpendapat
bahwa segalayang bercorak langit adalah suci, dan segara yang becorak bumi
tidaklah suci. Jumlah intelegensi ada sepuluh, terdiri atas intelegensi pertama
dan sembilan intelegensi planet dan lingkungan. Al-Farabi dala ajaran sepuluh
intelegensi ini memecahkan masalah gerak dan perubahan. Ia menggunakan teori itu untuk memecahkan
masalah Yang Esa dan yang banyak.
4.
Teori
tentang akal. Teori psikologi Aristoteles telah lama
dikenal sederhana dan tepat, sebagai suatu studi objektif. Aristoteles telah
mengupayakan teori tentang akal meski tidak
memadai, sehingga menimbulkan masalah yang membingungkan yang modern dan
yang kuno. Al-Farabi menyadari permasalahan ini dan melihat di dalamnya suatu
ringkasan dari sepuluh teori ilmu pengtahuan. Ia mengidentifikasikannya dengan
filsaatnya sendiri. Al-Farabi
mengelompokkan akan menjadi akal praktis, yaitu yang menyimpulkan apa yang
mesti dikerjakan, dan teoritisyang membantu menyempurnakan jiwa. Akal teoritis
dibagi lagi menjadi yang fisik (material),
yang terbiasa (habitual), dan yang
diperoleh (acquired). Akal fisik atau
sebagaimana sering disebut Al-Farabi sebagai akal potensial,adalah jiwa atau
bagian jiwa atau unsur yang mempunyai kekuatan mengabstraksi dan menyerap
esensi kamaujudan.
5.
Teori
tentang kenabian. Dasar setiap agaman langit aalah
wahyu dan inspirasi. Seorang nabi adalah seorang yang dianugerahi kesempatan
untuk dapat langsung berhubungan dengan Tuhan dan diberi kemampuan untuk
menyatakan kehendak-Nya. Sangat diperlukan bagi para filosof muslim memberikan
penghormatan kepada Nabi, merujukan rasionalitas dengan tradisionalisme, dan
mewarnai bahasa bumi dengan firman Tuhan. Sifat utama seorang Nabi memiliki
daya imajinasi yang tinggi, yang melaluinya ia dapat berhubungan langsung
dengan intelegensi agen dikala tidur atau terjaga. Teori Al-Farabi tentang
kenabian mempunyai pengaruh yang jelas, tidak hanya pada barat dan timur, tapi
juga pada abad pertengahan dan sejarah modern. Ibn Sina mengikuti sepenuhnya
teori ini. Ibn Rusyd mengakui keabsahan teori ini dan sangat heran atas kritik
Al-Ghazali karena teori ini memperkuat ajaran Agamadan mengukuhkan bahwa
kesempurnaan jiwa dapat diperoleh hanya melalui berhubungan manusia dengan
Tuhan.`
6.
Penafsiran
atas Al-Quran. Beberapa ajaan agama bersifat
tradisional (sam’iyyat), dan tidak
dapat ditunjukkan lewat akal, seperti keajaiban, dan hari penentuan yang
meliputi hari kiamat, kebangkitan, pengadilan dan hukuman. Menerima sam’iyyat ini merupakan tiang agama. Orang-orang berian
menerima isinya dengan keikhlasan. Al-Farabi mengakui keabsahan keajaiban. Karena
hal itu merupakan hal untuk membuktikan kenabian. Ia berpendapat bahwa
keajaiban, meski bersifat adialami, tidak bertentangan dengan hukum alam.
Al-Qurna menunjuk kepada macam-macam sam’iyyat,
seperti tablet dan pena. Al-Farabi berpendapat bahwa hal-hal ini hendaknya
jangan dimengeri secara harfiah, karena pena bukanlah alat untuk menulis,
demikian pula tablet, ia bukanlah halaman tampat mencatat kata-kata, ketepatan
dan kelestarian. Al-tetapi keduanya itu aldalah simbol ketepatan dan
kelestarian. Al-Quran juga menerangkan secara luas akhirat, hari kiamat, pahala
dan siksa. Tak seorang beriman pun dapat mengingkari kejadian ini tanpa merusak
prinsip sangsi ketuhanan dan tanggung jawab individu, meskipunAl-Farabi secara
penuh mengakui kebahagiaan yang kekal dan siksaan di akhirat, tetapi ia
menjelaskan hal itu sebagai kejadia jiwa yang tidak mempunyai hubungan dengan
tubuh atau materi, karena jiwa bukan tubuh yang merasakan kebahagiaan atau
penderitaan, bahagia atau susah. Penafsiran ini sesuai dengan kecenderungan
Al-Farabi dengan spiritualisme. Ibn Sina mengambil dan menggunakannya secara
luas. Ibn Sina berpendapat bahwa tahta dan kusi adalah simbol dunia lingkungan.
Shalat bukanlah sekedar gerakan fisik, tetapi bertujuan meniru dunia langit.
Seolah kedua filosof ini ingin meletakkan landasan landasan suatu agama
filosofis dan filsafat religius.
C. Metafisika
dalam pemikiran Al-Farabi
Jauh sebelum al-Farabi muncul dengan
kecemerlangan pikirannya, persoalan-persoalan Metafisika sudah dibicarakan oleh
para filosof Yunani. Berbagai jawaban atas pertanyaan- pertanyaan metafisis
sudah tersedia walaupun kerap diwarnai dengan perdebatan pendapat. Persoalan
Metafisika yang tidak pernah berhenti dibicarakan adalah problematika
kehidupan.
Pemikiran Metafisika al-Farabi sering
kali dinilai menimbulkan kesukaran interpretatif bagi para pemikir modern.
Penisbatan karya Metafisika al-Farabi acap kali bercampur dengan ajaran
Metafisika Ibnu Sina, ditambah lagi, para peneliti dalam karya Metafisika
al-Farabi menemukan ketidak jelasan sikap al-Farabi dalam mengambil corak
Metafisika Aristotelian atau Neo Platonis.
Tentang ketuhanan, al-Farabi ditengarai
mengadopsi pemikiran ketuhanan Aristoteles dan Neoplatonisme (dipimpin
Plotinus) dengan cara mengidentifikasi Tuhan sebagai al-Maujud al-Awwal yang
juga berstatus sebagai sebab pertama. Dalam pembuktian adanya Tuhan , al-Farabi
menawarkan argumentasi wajib al-wujud dan dalil mumkin al-wujud. Wajib al-wujud
dimengerti sebagai wujud yang harus ada dan tidak mungkin tidak ada. Yang wajib
al-wujud ada dengan sendirinya, esensi dan wujudnya sama dan satu. Dia adalah
wujud yang sempurna selamanya dan tidak dating atau didahului oleh ketiadaan.
Jika wujud ini tidak ada, maka akan timbul banyak kemustahilan dikarenakan
wujud lain kerap tergantung pada wujud ini. Sedangkan yang mungkin al-wujud
adalah sesuatu yang samar antara berwujud atau tidak, mungkin al-wujud berubah
menjadi actual dari kondisi potensialitas dengan bantuan yang wajib al-wujud.
Sejalan dengan perkembangan paham
Mu’tazilah, al-Farabi juga meyakini bahwa sifat Tuhan adalah substansinya
ketidakterpisahan antara sifat dan dzat Tuhan tidak serta merta membuat
al-Faerabi melarang penisbatan sebutan pada Tuhan. penisbatan sebutan pada
Tuhan tidak akan mengurangi atau menunjukan bahwa Tuhan adalah dzat dari
susunan yang terpilah-pilah. Al-Farabi tidak mengingkari kesempurnaan Tuhan dan
ketidak keterbatasannya. Kesempurnaan dan ketidak terbatasan itu yang membuat
Tuhan tidak membutuhkan sifat-sifat khusus yang sepenuhnya terpisah dari
dzat-Nya. Al-Farabi nampaknya berupaya untuk menjauhakan Tuhan dari sifat-sifat
yang ditakutkan akan membatasi dan merusak kesempurnaan-Nya.
Metafisika al-Farabi tidak berhenti pada
persoalan ketuhanan saja kelanjutan epistemis dari pembicaraan soal Tuhan
mengarah pada masalah penciptaan melalui teori Emanasi. Teori Emanasi al-Farabi
merupakan bagian integral dari sumbangan pemikirannya dalam pembahasan sifat
dan ruang lingkup Metafisika filsafat Islam dan hubungannya dengan filsafat
alam.
Mekanisme Emanasi sebagai teori yang
menjelaskan kemunculan semesta dalam pemikiran al-Farabi hanya bias dimulai
dengan terlebih dahulu menerima fakta bahwa Tuhan merupakan intelek murni yang
hanya memikirkan diri sendiri. Jika dikatakan bahwa Tuhan lah yang wajib
al-wujud, maka tidak ada alasan untuk menolak kenyataan bahwa seluruh mungkin
al-wujud tergantung padanya. Pengetahuan akan dzatnya menjadi sebsb bagi
kemunculan wujud-wujud yang juga telah diketahuinya. Dalam titik ini, al-Farabi
berpegang pada azas, yang berasal dari yang satu pasti juga satu(La Yafidu ‘An
Al-Wahid Illa Wahid). Bersdasarkan azas ini, al-Farabi berpendapat bahwa Allah
YME mustahil melimpahkan aneka hasil emanasi secara langsung. Oleh karena itu,
emanasi berlangsung dalam tingkatan dari yang satu sampai yang banyak.
D. Al-Farabi
dan Filsafat
Pergumulan Al Farabi dengan dunia
filsafat dimulai sejak ia hijrah ke Bagdad, bertemu pertama kali dengan Matta’.
Kemudian ia mendalamunya lagi di Harran, berguru dengan Heilan. Kemudian proses
pematangan diri dilakukannya selama 30 tahun di Bagdad sekembalinya dari
Harran.
Ciri kefilsafatannya sangat luas, yakni
pencampuran antara filsafat Aristoteles dan Platonisme dengan pemikiran
keislaman. Selain itu ia termasuk filoosof sinkretis yang percaya akan kesatuan
filsafat, yaitu mempertemukan aneka macam aliran filsafat. Aliran tersebut
menurutnya satu sekalipun berbeda coraknya. Menurutnya kebenaran itu hanya da
satu dan serupa hakekatnya, maka filsafat pun pada hakekatnya tidak ada
perbedaan.
Demikian juga filsafata dan agama.
Baginya keduanya sama, yakni sama-sama bertujuan untuk mengetahui kebenaran,
hanya saja metode yang yang ditempuh sedikit berbeda. Filsafat menempuh
argumentasi akal yang yaqini, sedangkan
agama menggunakan dalil-dalil yang iqna’i (pemuasan perasaan). Al farabi
menerima kebenaran wahyu, namun tidak cukup sampai disitu ia kemudian lari ke
filsafat mencoba mencari kebenaran wahyu tadi secara filosofis. Demikian
filsafat baginya berfungsi mendukung kebenaran wahyu. Misalnya, ia percaya
bahwa Tuhan adalah wujud pertama yang menciptakan alam dan isinya. Namun
selnjutnya secara filosofis ia mencoba memperkuat kebenaran tersebut. Dari sini
kemudian muncul filsafat emanasinya, bahwa yang banyak itu berasal dari yang
satu.
Dari filsafat emanasinya ia membagi yang
wujud kedalam dua bagian, pertama yang wajib ada wajib al wujud) yakni wujud secara absolute bersatu dengan zat.
Dialah Tuhan. Kedua, yang mungkin ada (Mumkin
al wujud), yakni yng pernah tidak ada namun kemudian ada dan keadaanya bias
berakhir, seperti alam (bumi).
E.
Al Farabi dan Filsafat Negara
Pemikiran
kenegaraan Al Farabi yang terkenal sistematis tertuang dalam karyanya Ara’ Ahl
al Madinah al Fadilah. Kitab ini secara substansial banyak diilhami oleh bu Republic karya Plato, sehingga ide-ide
kenegaraannya banyak diwarnai pemikiran Plato.
Sebagaimana Plato dan Aristoteles, Al
Farabi juga berpendapat bahwa manusia adalh makhluk social yang memiliki
kecenderungan untuk hidup bermasyarakat (bernegara) dengan tujuan disamping
memenuhi kebutuhan pokok hidup juga mencapai kebahagiaan material dan spiritual
di dunia dan di akhirat. Dari pendapat tersebut tampak bahwa Al Farabi member
warna Islam pada pandangan Plato dan Aristoteles dengan menambahkan tujuan
masyarakat yang bersifat ukhrawi dari pembentukan negara.
Kecenderungan manusia hidup bermasyarakat
melahirkan berbagai macam masyarakat, yakni masyarakat sempurna dan masyarakat
tidak sempurna. Masyarakat sempurna ada tiga, yaitu masyarakat sempurna besar,
masyarakat sempurna sedang, dan masyarakat sempurna kecil.
Masyarakat sempurna besar adalah gabungan
banyak bangsa yang sepakat untuk bergabung dan saling kerja sama. Masyarakat
sempurna sedang adalah masyarakat yang terdiri dari satu bangsa yang menghuni
di satu wilayah di bumi ini. Masyarakat sempurna kecil adalah masyarakat yang
terdiri dari penghuni kota. Dengan kata lain masyarakat sempurna besar mirip
dengan perserikatan bangsa-bangsa, masyarakat sempurna sedang mirip dengan
negara nasional, dan masyarakt sempurna kecil mirip dengan negara kota. Bagi Al
Farabi system yang terbaik terdapt pada negara kota. Dari pandangan tersebut
Nampak bahwa idealisasi negara Al Farabi tidak memandang realitas politik saat
itu, dimana pemerintahan islam berbentuk semacam negara nasional.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Farabi
bernama lengkap Abu Nashr Muhamad ibn Muhamad ibn Tarkhan ibn Al-Uzalagh. Al-Farabi
lahir di Wasij di Distrik Farab (yang juga dikenal dengan nama Utrar) di
Transoxiania, sekitar 870 M, dan wafat di Damaskus pada 950 M.Selain sorang
filosof ia juga dikenal sebagai ahli dalam bidang logika, matematika dan pengobatan.
Ayahnya seorang opsir tentara keturunan Persia yang mengabdi kepada
pangeran-pangeran Dinasti Samaniyyah. Beliau memiliki dasar pemikiran filsafat,
yaitu mengenai:
7. Logika.
8.
Kesatuan
Filsafat.
9. Teori sepuluh
kecerdasan.
10. Teori tentang akal.
11.
Teori
tentang kenabian.
12.
Penafsiran
atas Al-Quran.
B. Saran
Untuk penulisan makalah, saran kami
harus disertai dengan penelitian dari beberapa tokoh yang dianggap penting dan
berkaitan dengan materi makalah. Dan kami berharap kepada semua pihak yang
membaca makalah ini, agar dapat memberi koreksi yang objektif sehingga kami
dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Basri,Hasan.Mufti,Zaenal.2009.
FILSAFAT ISLAM. Bandung: CV.Insan Mandiri
Hasan,
Ilyas. 1985. Para Filosof muslim. Bandung:
Mizan.61
Rakhmat,
Jalaludin. 2003. Antara Al-Farabi dan
Khomeini: Filsafat Politik Islam.
Bandung: Mizan. 51
Suntiah,
Ratu & Maslani. 2011. Sejarah
Peradaban Islam. Bandung: Cv. Insan
Mandiri. 107
0 comments:
Post a Comment