Berprestasi Di Usia Muda
Teriring puji san syukur terpuncak
kepada sang penguasa am semesta, Allah Rabbul ‘alamin. Di tanganNya, hidayah
dan kesesatan ditentukan. Pertolongan, perlindungan dan ampunan hanya kita
harapkan dariNya, tidak dari yang lain.
Aku bersaksi sepenuh keyakinan di hati
bahwa, tidak ada Ilah yang berhak di ibadahi dengan benar kecuali Allah, tidak
ada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi sepenuh keyakinan dihati bahwam Muhammad
bin Abdullah aalah hamba dan utusan Allah.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah,
marilah sejenak mengingat pesan penting dari Baginda tercinta, Nabi Muhammad
S.A.W, dalam sabda beliau, “manfaatkanlah,
masa mudamu sebelum datang usia tua. Masa sehatmu sebelum datang sakit. Masa
cukupmu sebelum datang kefakiran. Masa senggangmu sebelum datang kesibukan.
Masa hidupmu sebelum datang kematian”.
Mengingat wasiat diatas, pastinya
masa-masa muda adalah masa-masa yang panjang dan bergarah. Gelora cita-cita
seolah tiada pernah berhenti bergolak. Masing-masing memiliki asa dan harapan.
Bara api semangat seakan tidak mengenal kata ‘padam’. Namun, mau dibawa kemana
cita-cita kita? Tentukanlah secara tegas, gari lurus yang harus kita tempuh dan
telusuri ! mesti setinggi bintang dilangi kita menggantungkan cita – cita !
Cita-cita kita harus mulia. Harapan dan
permohonan kita kepada yang maha kuasa pun harus yang tertinggi. Keinginan kita
tidak bersifat sementara dan pendek, tidak hanya sebatas dalam kehidupan dunia
saja.
Disana, nun jauh disana, ada sebuah
kampung kebahagiaan dan penuh kelezatan, kekal abadi selama-lamanya. Didalamnya
terdapat kesempurnaan nikmat, yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak
pernah didengar ileh telinga, bahkn tidak sekalipun terbetik di dalam hati
kita. Sebab, di kampung tersebut ada berlipat ganda kenikmatan, melebihi
kenikmatan yang pernah kita rasakan atau yang pernah kita angan-angankan selama
hidup di dunia ini.
Di dalam surge, kampong abadi itu.
Penghuninya selalu muda, tidak akan menginjak usia tua selamanya. Penghuninya
selalu sehat, tidak akan pernah merasakan sakit selamanya. Penghuninya selalu
penuh kecukupan, tidak ada yang kurang selamanya. Penghuninya selalu penuh
kesenangan, tidak ada kesibukkan yang melelahkan. Penghuninya dalam kehidupan
abadi, karena kematian akan ‘Mati’.
Tentu selalu saja ada jalan menuju
kesana. Marilah mempersiapkan diri menyambut datangnya masa kebahagiaan sejak
usia muda. Marilah memilih dan menempatkan diri kita pada salah satu golongan
yang akan memperoleh naungan dari Allah pada hari tidak ada naungan kecuali
naunganNya.
Golongan-golongan tersebut adalah,
seorang pemimpin yang adil, seorang pemuda yang tumbuh berkembang di dalam
ibadah kepada Allah, seorang hamba yang hatinya selalu terikat dengan masjid,
dua orang hamba yang saling mencintai kna Allah serta berpisah dan bertemu
karenaNya, seorang hamba yang digoda oleh wanita cantik dan terpandang lalu ia
bersikap; ‘sesungguhnya aku takut kepada Allah’, seorang hamba yang besedekah
dengan ikhlas sampai tangan tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan
oleh tangan kanannya, seorang hamba yang mencari tempat sunyi untuk mengingay
Allah, lalu kedua matanya mencucurkan air mata.
Sejarah telah terbentang dihadapan
kita. Dalam setiap langkah perjuangan dakwah, kaum mudalah yang menempati
barisan terdepan. Mereka adalah anak-anak muda yang siap berkorban dalam
menghadapi segala tantangan dengan langkah yang gagah.
Al-Imam ahli tafsir terkemuka, Ibnu
katsir namanya, berkata, “Allah
menyebutkan bahwa mereka adalah fityahi yaitu kaum muda. Ssebab, kaum muda
lebih muda untuk menerima al-haq dan lebih cepat menerima hidayah dibandingkan
kaum tua (kaum yang telah lama hidup dan ternoda kebatilan). Oleh sebab itu,
yang terbanyak menyambut seruan Allah dan RasulNya adalah kaum muda. Adapun
golongan tua dari suku Quraisy, mereka tetap berjalan diatas agama nenek
moyangnya dan tidak ada yang masuk Islam dari golongan tua kecuali dalam jumlah
yang sedikit”.
Marilah menempa diri dan jiwa kita
menjadi anak muda semisal nabi Ibrahim a.s. anak muda yang begitu berani dan
tgar menyuarakan tauhid dan menentang kesyiriksn kaumnya. Tidak ada yang
ditakuti, tidak ada pula yang membuatnya gentar. Bahkan saat akan dilemparkan
kedalam nyala api membara, ia tetap mengucapkan, “Hasbiyallaahu wa Ni’mal Wakil”.
Ibrahim, seorang pemuda yang memiliki
ketenangan di dalam pencarian Al-Haq. Begitu tenang saat menghadapi sang raja
di dalam kesempatan adu argumentasi, demi mempertahankan akidah dan keyakinan
yang haq. Ibrahim, seorang pemuda yang memiliki kesabaran tinggi. Dilandaskan
hikmah dan cinta kasih, ia mengajak ayahanda untuk berserah diri kepada Allah.
Dengan cara yang dipenuhi kelembutan dan kasih sayang.
Atau, telah siapkah kita menjadi
seorang pemuda seperti Ismail, putra terkasih Nabi Ibrahim. Seorang pemuda yang
tumbuh subur dan kuat di dalam raganya untuk menjadi hamba yang taat dan tunduk
kepada perintah Allah. Apapun beratnya. Ismail, seorang pemuda yang dengan
lantang dan tegar mengambil sikap atas permintaan ayahnya, “wahai anakku, aku telah bermimpi; aku menyembelihmu. Bagaimanakah
pendapatmu?”. Sebab, mimpi seorang Nabi pasti benar dan wahyu. Anak muda
yang bernama Ismail itu menjawab di atas keyakinan, “Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya
Allah, engkau akan menemukanku sebagai bagian dari kaum yang bersabar”.
Subhanallah!!!
Atau, mampukah kit berpendirian dengan
sabar dalam menghadapi godaan syahwat seperti Nabi Yusuf. Seorang anak muda
yang menjadi teladan kaum muda setelahnya. Berpisah dengan orang tua dan
kerabat. Diperjualbelikan sebagai seorang budak sahaya. Digoda dan dirayu untuk
tunduk kepada seorang wanita cantik lagi berkedudukan. Semua telah dipersiapkan
serapi dan serahasia mungkin, namun Yusuf berpaling dan menolaknya.
Atau, tidakkah terbesit di dalam
semangat kita untuk menjadi seorang pemuda semacam Abdullah bin Abbas. Seorang
pemuda yang giat dan tekun dalam ilmu Agama. Ia meninggalkan lingkungan
kehidupan muda dan menggantinya dengan berpindah dari satu rumah san\habat Nabi
ke rumah sahabat Nabi lainnya untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi. Bahkan
pernah suatu waktu beliau tertidur didepan pintu rumah seorang sahabat, hanya
untuk bersabar menanti sang sahabat keluar dan memperoleh sebuah riwayat
hadits.
Seharusnya kata-kata Ibnu Abbas
menggoncangkan dada kita, “Aku lah yang
seharusnya datang menemui anda”, saat sahabat tersebut mengatakan, “kenapa anda, wahai anak paman Rasulullah,
tidak menyuruh seseorang datang kepadaku? Aku lah yang akan menemui engkau!”.
Atau, engkau wahai sahabat muda, hendak
mencontoh Zaid bin Tsabit. Seorang anak muda yang ditunjuk oleh Khalifah Abu
Bakar Ash-Shidiq untuk mengumpulkan dan menghimpun ayat-ayat Al-Quran menjadi
satu. Sebuah tugas berat yang berakhir dengan keberhasilan. Tugas yang
dilaksanakan dengan baik oleh Zaid bin Tsabit, padahal saat ia menerimanya,
Zaid mengatakan, “Demi Allah, seandainya aku ditugaskan untuk memindahkan
gunung besar bagiku masih lebih ringan daripada mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran
menjadi satu”.
Atau, kita bisa seperti Usamah bin
Zaid. Seorang pemuda yang belum genap berusia 20 tahun dan telah dipercaya oleh
Rasulallah untuk menjadi seorang panglima perang. Padahal ditengah-tengah
pasukan tersebut terdiri dari kalangan sahabat yang turut dalam perang Badar.
Sahabat-sahabat tua dan senior.
Ya
Allah, karuniakanlah kepada kami dan sahabat-sahabat kami, kaum muda di masa
ini untuk menjadi kaum muda yang cinta beragama; cinta kepada Allah dan
Rasulallah. Berikanlah kami kesempatan untuk menjadi bagian terdepan dalam
barisan pembela AgamaMu dan NabiMu.
0 comments:
Post a Comment