FILSAFAT
MENURUT AL KINDI
MAKALAH
DiajukanuntukMemenuhi
Salah SatuTugas Mata KuliahFilsafat dan Sejarah Kimia
Dosen
FerliSeptiIrwansyah, M.Si.
SaepudinRahamatullah, M.Si.
Oleh
Hadi Maulana Hamzah
PRODI
PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERISUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
M/1437 H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah dua produk
dan nalar peradaban manusia yang saling berkaitan erat. Manusia menjalankan
amanah sebagai khalifah dan abdi Allah, selain oleh agama, masih ia dituntun
oleh filsafat dan ilmu pengetahuan. Keduanya, baik filsafat maupun ilmu
berhubungan sebagai ibu dengan anak.
Filsafat adalah mother of sience (ibu dari ilmu
pengetahuan), demikianlah para ahli ilmu pengetahuan menggambarkannya salah
satunya adalah Al-kindi.
Al-Kindi adalah orang pertama dari sekelompok
orang-orang termasyur dan pemikir muslim besar yang membantu membentuk
kecendrungan renaisance arab abad pertengahan dengan karya-karyanya Humanistis
dan Ilmiah. Mempelajari Al-kindi bukan saja penting untuk melacak asal usul
berbagai kecenderungan dalam pikiran muslim arab, tetapi juga untuk mamahami
metodelogi-metodelogi dan sikap-sikap sejumlah besar pemikir-pemikir muslim
tulisan-tulisannya meliputi karya-karya tentang semua ilmu pengetahuan yang
hangat pada zamannya telah menempatkan Al-kindi dalam suatu kedudukan yang
unik, untuk membangun hubungan-hubungan filsafat muslim arab dengan
filsafat-filsafat sebelumnya dan generasi-generasi para pemikir muslim yang
menyusulnya, yang menggarap masalah-masalah metafisika dan ilmiah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup al-Kindi?
2. Apa saja karya-karya al-Kindi?
3. Bagaimana pemikiran filsafat al-Kindi?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui bagaimana riwayat hidup al-Kindi.
2. Mengetahui apa sajakarya-karya al-Kindi.
3. Mengetahui bagaimana pemikiran filsafat
al-Kindi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup Al-Kindi (801-865
M)
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub
Ibn Ishaq Ibn shabah Ibn Imran Ibn Ismail Ibn Muhammad Ibn al-Asy’ats Ibn Qais
Al-Kindi. Pria kelahiran Kufa tahun 185 H/ 801M. sebutan Al-kindi dinisbatkan
pada kata “Kindah”; Nama kabilah terkemuka pra islam yang merupakan cabang dari
Bani Kahlan dan bermukim di Yaman. Al-Kindi lahir dari keturunan keluarga kaya
dan terhormat. Buyutnya al-Asy’as Ibn Qais, salah seorang sahabat Nabi yang syahid
bersama dengan Sya’ad Ibn Abi Waqqash dalam peperangan kaum muslimin dengan
tentara Persia di Irak. Ayah kandung Al-Kindi, Ishaq Ibn al-Sahabbah adalah
gubernur Kufah pada masa kepemimpinan Khalifah al-Mahdi (775-785M) dan Khalifah
Al-Rasyid (786-809M).
Al-Kindi melewati masa kecilnya di Kufah dengan
menghafal al-Quran, mempelajari bahasa Arab, kesusastraan Arab, dan ilmu
Hitung. Keseluruhan ilmu yang dipelajarinya di masa itu merupakan kurikulum
pelajaran wajib bagi semua anak-anak zamannya diwilayah Kufah. Selanjutnya
Al-Kindi mendalami pelajaran Fiqh dan kajian keilmuan baru yang disebut Kalam.
Akan tetapi, kecendrungan al-Kindi lebih mengarah pada ilmu pengetahuan dan
filsafat, khususnya ketika al-Kindi meninggalkan Kufah dan berdomisili di
Baghdad.
Para sejarawan memberi julukan kepada al-kindi
sebagai “Filosof Arab” disebabkan dia
adalah satu-satunya filosof muslim keturunan arab asli, bermoyang kepada Yaqub Ibn
Qahthan yang bermukim dikawasan Arab Selatan. Al-kindi termasuk filosofi islam
yang sangat produktif. Dia telah menulis banyak karya yang meliputi berbagai
macam bidang ilmu. Ibnu Nadhim mengatakan bahwa Al-kindi telah merilis 260
judul karya. Bahkan menurutnya, risalah-risalah Al-kindi meliputi seluruh
ensiklopedi ilmu klasik; filsafat, logika, aritmatika, musik, astronomi,
geometri, kosmologi, kedokteran, dan astrologi. Namun, hanya sedikit jumlah
karya al-kindi yang sampai ketangan orang-orang setelahnya. Sebagai riwayat
mengklaim karya-karya al-kindi hilang semasa kepemimpinan khalifah al-mutawakkil.
Proyek pemikiran dan pembelajaran pengetahuan
al-Kindi didukung oleh persetujuan khalifah al-Ma’mun dan al-Mu’tashim dari
dinasti abbasiyah. Bahkan konon karya besar al-Kindi yang berjudul Fi
Al-Falsafah Al Ula didedikasikan kepada khalifah al-Mu’tashim.
Berbeda dengan para cendikiawan yang sezaman
dengannya, al-Kindi tidak memiliki kemampuan bahasa Yunani dan Suryani yang
istimewa sehingga kerap merujuk pada hasil terjemahan dalam mempelajari
peninggalan filsafat yunani. Tercatat ada tiga nama penerjemah yang banyak
membantu al-Kindi; Ibn Na’imah, Eustathius dan Ibn Al-Bitriq.
Terjemahan yang digunakan al-Kindi belum melewati standar-standar
filologi yang ketat sepertin yang kemudian ditetapkan oleh Hunain Ibn Ishaq.
Namun demikian, hal itu tidak mengurangi rasa hormat para sejahrawan dalam
pengakuan mereka atas jasa-jasa al-Kindi sebagai sosok yang membuka arus
penerjemahan filsafat yunani bagi dan untuk orang-orang islam.
Karya-karya al-Kindi yang merupakan gerbang
awal pertemuan filsafat Yunani dan tradisi keilmuan oleh Ibnu Nadhim
dikelompokan menjadi : Filsafat, logika, ilmu Hitung, Globular, Musik,
Astronomi, Geometri, Speriakl, Medis, Astrologi, Dialegtikal, Psikologi,
Politik, Meteorologi, Dimensi, Benda-benda Pertama, Spesies, Logam dan Kimia.
Keseluruhan kajian ini dapat dijadikan bukti
yang menunjukan keluasan ilmu al-Kindi dan kecintaannya pada pengetahuan.
Meskipun tidak semua karya al-Kindi sampai ke tangan orang-orang setelahnya,
beberapa karya al-Kindi yang tersisa sudah pernah diterjemahkan oleh Gerrad
Cremona kedalam bahasa Latin. Bahkan terjemahan-terjemahan itu ikut
mempengaruhi arus pemikiran Eropa pada abad pertengahan. Karya-karya al-Kindi
yang telah lama hilang, ditemukan oleh orientalis berkebangsaan jerman,
Hillmuth Ritter di perpustakaan Aya-Sofia, kota Istanbul sebanyak 12 risalah.
Karya al-Kindi yang sampai ketangan orang-orang setelahnya sempat menjadi
sumber inspirasi abagi para pemikir muslim lain adalah:
1. Kitab al-Kindi Ila Al-Mu’tashim Billahi Fi
Al-Falsafah AL-Ula: karya yang merangkum pikiran al-Kindi tentang filsafat pertama.
2. Kitab Al-Falsafah Al-Dhakhilah Wa Al-Masa’hil
Al-Manthi Kiyyah Wa Al-Muqtasya Wama Fauqa Al-Thabi’iyyah; karya yang
berhubungan dengan pengenalan filsafat, persoalan logika dan metafisika.
3. Kitab Fi Annahu La Tanalu Al-Falsafah Illa Bi
‘Ilmi Al-Riyadhiyyah: karya tentang matematika sebagai prasyarat bagi filsafat
4. Kitab Fi Qashd Aristhatalis Fi Al-Ma’qulat:
karya yang membahas aspek teleogis dari kategori-kategori yang dikenalkan
Aristoteles.
5. Kitab Fi Ma’iyyah Al-‘ilmi Wa Aqsamihi; karya
yang membicarakan persoalan substansi ilmu dan klasifikasinya
6. Kitab Fi Ibarah Al-jawami’ Al-Fikriyah; karya
yang merangkum ungkapan-ungkapan soal ide-ide komperhensif.
7. Risalah Fi Hudud Al-Asyya’ Wa Rusumiha: karya
yang membahas tentang definisi benda-benda dan uraian-uraiannya.
8. Risalah Fi Annahu Jawahir La Ajsam: karya soal
substansi.
9. Risalah Al-Hikmiyah Fi Asrar Al-Ruhaniyah:
karya yang berisikan paparan filosofis tentang rahasia-rahasia spiritualitas.
10. Risalah Fi Al-Ibanah ‘An Al-‘ilat Al-Fa’iliyat
Al-Qaribah Li Al-Kaun Wa Al-Fasad: karya tentang penjelasan soal sebab-sebab
yang aktif terhadap alam dan kerusakan.
11. Fi Al-Fa’il Al-Haq Al-Awwal Al-Tam
12. Fi Wahdaniyatillah Wa Tanahi Jirm Al-’Alm
13. Fi Al-Qaul Fi nAl-Nafs ; karya soal
persoalan jiwa
14. Fi Al’Aql: karya yang membicarakan persoalan
halal
C. Pemikiran Filsafat Al-Kindi
Dari karya-karyanya diketahui
bahwa al-Kindi adalah penganut aliran eklektisme, yaitu suatu paham pemikiran
yang tidak mempergunakan atau mengikuti metode apapun yang ada, melainkan
mengambil apa yang paling baik. Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil
pendapat Aristoteles, dalam psiokologi ia mengambil pendapat Plato, dan dalam
bidang etika ia mengambil pendapat Sokrates dan Plato.
Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya
bukan untuk menggugat kebenaran yang lancang atau menuntut persamaan dengan
wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan
tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi
wahyu. Ia mendefinisikan sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh
jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, Al-Kindi dengan tegas mengatakan
bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem
semisal mu’jizat, syurga, neraka dan kehidupan akhirat.
Sebagai seorang pelopor yang dengan sadar
berusaha mempertemukan antara agama dan filsafat, al-Kindi berpendapat bahwa
antara agama dan filsafat tidak ada pertentangan. Filsafat menurutnya adalah
semulia-mulia ilmu dan ilmu tauhid atau teologi adalah sebagai cabang termulia
dari filsafat. Filsafat sejalan dan dapat mengabdi kepada agama. Dengan demikian
berfilsafat tidaklah berakibat mengaburkan dan mengorbankan keyakinan agama,
seperti yang dituduhkan orang. Al-Kindi menegaskan bahwa filsafat yang paling
tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang
pertama, kausa dari semua kebenaran, yaitu filsafat pertama (al-haqq al-awwal),
hakikat pertama yaitu adalah Tuhan.
Menurut Al-Kindi, Tuhan adalah Wujud Yang
Haq (Sebenarnya) yang tidak pernah tiada sebelumnya dan tidak akan pernah tiada
selama-lamanya, yang sejak awal dan akan senantiasa ada selama-lamanya. Dalam
pandangannya ini Al-Kindi sejalan dengan pemikiran Aristoteles tentang Causa
Prima dan Penggerak Pertama, penggerak yang tidak bergerak. Al-Kindi mengajukan
pertanyaan yang juga dijawabnya sendiri: “Mungkinkah sesuatu menjadi sebab
adanya sendiri, ataukah hal itu tidak mungkin?”. Jawabannya adalah: “Yang demikian
itu tidak mungkin”. Dengan demikian, alam ini baru, ada permulaan dalam waktu;
demikian pula alam ini ada akhirnya; oleh karena itu alam harus ada yang
menciptakannya. Karena alam itu baru, maka alam adalah ciptaan yang
mengharuskan ada pencipta yang menciptakan dari tiada.
Dalam pemikiran epistemologi (pengetahuan),
Al-Kindi menyebutkan adanya tiga macam pengetahuan manusia, yaitu: (a)
pengetahuan inderawi, (b) pengetahuan rasional, dan (c) pengetahuan isyraqi
(iluminatif).
Pertama, pengetahuan inderawi. Pengetahuan
inderawi terjadi secara langsung ketika seseorang mengamati suatu obyek
material. Pengetahuan model ini bersifat tidak tetap disebabkan obyek yang
diamati pun tidak tetap, selalu dalam keadaan menjadi berubah setiap saat.
Pengetahuan inderawi ini tidak memberi gambaran tentang hakekat suatu realitas.
Pengetahuan inderawi selalu bersifat parsial.
Kedua, pengetahuan rasional. Pengetahuan
rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal
yang bersifat universal, tidak parsial, dan bersifat immaterial. Obyek
pengetahuan rasional bukan individu, melainkan genus dan spesies. Apa yang
diamati dari manusia bukanlah tinggi pendeknya, warna kulitnya, lesung
pipitnya, dan seterusnya yang bersifat fisik; melainkan mengenai hakekatnya
sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk berpikir
(rational animal atau hayawan al-natiq).
Ketiga, pengetahuan isyraqi (iluminatif).
Pengetahuan isyraqi ( iluminatif) adalah pengetahuan yang langsung diperoleh
dari pa``ncaran Nur Ilahi. Puncak dan jalan ini adalah yang diperoleh para Nabi
untuk membawakan ajaran-ajaran yang berasal dari wahyu kepada umat manusia.
Tuhan telah menyucikan jiwa mereka dan
diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk
memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu. Pengetahuan dengan jalan wahyu ini
merupakan kekhususan bagi para Nabi.
Akal meyakini kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena
pengetahuan itu memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya.
Menurutnya mungkin ada manusia selain nabi yang dapat memperoleh pengetahuan
isyraqi, meskipun derajatnya di bawah para Nabi. Hal ini akan terjadi pada orang-orang yang suci jiwanya.
Tentang Etika, Al-Kindi menyatakan bahwa
keutamaan manusiawi tidak lain adalah “budi pekerti manusia yang terpuji ”.
Keutamaan ini ada tiga bagian. Pertama yang merupakan asas dalam jiwa, yaitu:
hikmah (kebijaksanaan), najdah (keberanian), dan ‘iffah (kesucian).
Kebijaksanaan adalah keutamaan daya berpikir, yang bisa berupa kebijaksanan
teortis dan praktis. Keberanian adalah keutamaan daya ghadabiyah (gairah),
berupa keinginan untuk mencapai sesuatu sehingga tercapai. Kesucian adalah
memperoleh sesuatu yang memang harus diperoleh
guna mendidik dan memelihara badan serta menahan diri dari yang tidak
diperlukan untuk itu. Kedua, adalah keutamaan-keutamaan manusia yang tidak
terdapat dalam jiwa, tetapi merupakan hasil dan buah dari tiga macam keutamaan
di atas. Dan Ketiga, hasil keadaan lurus tiga macam keutamaan itu tercermin
dalam ‘keadilan’.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Kindi yang diberi julukan Filosof Arab adalah seorang filosof
islam yang menulis banyak karya yang meliputi berbagai macam bidang ilmu. Karya
Al-Kindi yang sempat menjadi sumber inspirasi bagi para pemikir muslim lain
salah satunya adalah Kitab Al-Kindi Ila
Al-Mu’tashim Billahi Fi Al-Falsafah Al-Ula. Dalam karangannya itu, Al-Kindi
berpendapat bahwa antara agama dan filsafat tidak ada pertentangan. Beliau
menegaskan bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang
berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, yaitu hakikat pertama, hakikat
Tuhan.
Dalam karyanya juga, Al-Kindi berpendapat
tentang epistemologi (pengetahuan), yang menyebutkan ada tiga macam pengetahuan
manusia, yaitu inderawi, rasional, dan isyraqi (iluminatif). Sedangkan tentang
etika beliau berpendapat bahwa keutamaan manusia tidak lain adalah budi pekerti
manusia yang terpuji, yang mencakup asas dalam jiwa seperti kebijaksanaan,
keberanian, dan kesucian.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis mengharapakan
agar pembaca dapat memahamiseorang filsuf bernama Al-Kindi serta
karya-karyanya, terutama pemikiran filsafatnya dalam salah satu karya beliau.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahwani, Ahmad Fuad. 1995. Filsafat Islam.Jakarta: Pustaka Firdaus
Atiyeh, George N. 1966. Al-Kindi, Tokoh Filosof Muslim. Bandung: Penerbit PUSTAKA.
Basri, Hasan dan Zaenal Mufti. 2009. Filsafat Islam (Sejak Klasik Sampai Modern).
Bandung: CV Insan Mandiri.
0 comments:
Post a Comment